Headlines News :
Home » , » Untukmu Ayah

Untukmu Ayah

Written By Cakrawala Magazine on Wednesday, February 27, 2013 | 12:46 AM


     “Hati hati di jalan nak, belajar yang rajin, jangan pernah menyerah dan kamu harus lebih hebat dari ayah !” pesan ayahku mengiringi pemberangkatan menuju Kairo. Sementara ibuku, hanya bisa menangisi kepergianku untuk tugas yang suci ini. Aku tahu bahwa mereka melepasku dengan penuh kasih sayangnya dan harapan yang besar, agar kelak anaknya ini dapat menjadi orang yang berguna. Waktu boardingpun tiba, aku dan teman-temanku menuju pesawat untuk take off.  dan kebetulan saat itu aku duduk pas di samping jendela.  

     “Alifah, kenapa melamun saja!” Sapa temanku. “Ah, ga ada apa-apa Ulfa,” jawabku. Waktupun terus berjalan, sementara Ulfa telah tertidur lelap. Sedangkan aku tak bisa sedikitpun memejamkan mata ini, ada apa gerangan??  Akupun teringat kedua orang tuaku, terutama ayah, karena dia adalah segalanya bagiku.
     Masa kecilku tidak terlewati dengan indah seperti anak anak lain pada umumnya. Menerima hangatnya dekapan seorang ibu, mendengar dongeng sebelum tidur, aku jauh dari itu semua. Yang aku lihat, pada umurku yang saat itu 4 tahun adalah pertengkaran dan pertengkaran antara kedua orang tuaku. Pada saat itu, aku hanya bisa menangis melihat keadaan seperti itu.

     Akhirnya, setelah pertengkaran dan pertengkaran yang terus menerus. Mereka pun memutuskan untuk bercerai. Pada saat itu aku berumur 5 tahun. Pada saat itu aku belum mengerti apa-apa, aku hanya bisa diam. Setelah itu aku di rawat oleh ayahku dengan penuh kasih saying, walaupun tak sesempurna seorang ibu pada umumya, mungkin karena dia harus membagi waktu antara mengasuh dan bekerja keras juga demi aku.
 ketika itu aku berada di bangku sekolah dasar  “alifah, mana ibumu? Ko, aku ga pernah lihat! kaya anak ga keurus!“ cetus Annisa, salah satu teman sekelasku. Betapa sakit hati ini, aku tak tahu ke mana aku harus menagis, dan ke mana aku harus mengadu. Bel pun berbunyi, menandakan aku harus pulang. Di dalam perjalanan aku hanya bisa diam, aku masih memikirkan kata kata Annisa. Sedangkan, sebentar lagi di sekolahku akan ada peringatan hari ibu.

     Hari itu pun tiba, peringatan hari ibu di sekolah dasar pinayungan IX. Beruntung ada bibiku yang bisa menggantikan posisi ibuku pada acara ini. Aku pun menangis dalam hati melihat semua teman-temanku didampingi oleh ibu mereka masing-masing, tapi aku hanya bisa tersenyum menyembunyikan kesedihanku, aku sadar ini adalah rencana dari Allah dan hidup merupakan suatu perjuangan yang harus di lalui. Acarapun berjalan dengan lancar dan aku pun pulang ke rumah dengan berbagai macam rasa didalam hati.  
     Sampai di rumah, aku langsung peluk ayahku erat erat sambil menangis. “Ayah, Alifah ingin punya ibu, Alifah ga tahan di omongin terus sama temen temen Alifah, Alifah juga pengen disayang sama ibu.” ucapku sambil menagis. “Sabar sayang, nanti kamu bakal punya ibu lagi kok!” hibur ayahku. aku pun beranjak ke kamar dan merebahkan diri di kasur.

     Tibalah saat itu, ayahku sudah bertemu dengan pujaan hati nya wanita muda, cantik, umurnya 19 tahun berarti hanya memiliki jarak 12 tahun denganku, aku sangat senang dengannya cantik, baik ,sopan, penyayang. dan aku pun berdoa semoga dia dialah calon ibuku dan pendamping ayaku yang tepat yang Allah kasih kepada kami. Kelak alangkah bahagianya aku punya ibu seperti itu.

    Tepat pada tanggal 8 September 2000, ayahku melangsungkan pernikahannya. Aku sangat bahagia melihat ayahku sangat berbahagia, setelah 2 tahun melihat ayahku kesepian tanpa seorang istri di samping nya dan juga karena itu artinya, aku mempunyai ibu baru. aku bahagia melihat ayahku, dialah ayah yang tak pernah kenal lelah menghadapi cobaan hidup. Setia mendengarkanku ketika aku mengalami berbagai macam masalah semasa kecil , bekerja keras, membanting tulang.  “Selamat ayahku sayang, kini ayah tak kesepian lagi, aku sayang ayah.” Ucapku dalam hati, di tengah resepsi pernikahan dengan ibu baruku.

    Terbukalah lembaran baru antara aku ayahku, dan ibu baruku, ayah dan ibuku memulai kehidupan mereka dari nol, ayah dan ibu yang bekerja keras membanting tulang demi aku dan kehidupan kami kelak. Aku bersyukur pada Allah swt karenatelah mengabulkan doaku, doa yang selalu ku panjatkan setiap sholatku,  doa yang mana aku meminta sosok seorang ibu yang kelak melengkapi kebahagiaan kami. “Terima kasih ya Allah atas nikmatMu ini.” akhir nya, akupun merasakan kasih sayang yang lengkap dari sosok seorang ayah dan ibu.” ucapku dalam hati yang ku panjatkan atas rasa syukurku.

     Kehidupanpun kami lalui dengan penuh perjuangan dan kebahagiaan. Sampai terlahir adik adiku yang sekarang sudah berjumlah 3 orang. Aku pun sekarang sudah menjadi 4 bersaudara , dan aku merasa sangat bahagia karena aku sudah seperti orang lain yang memeiliki keluarga lengkap.  Aku pun sadar bahwa Allah itu selalu punya rencana yang indah untuk kita semua, tinggal bagaimana kita bersabar, berdo’a dan berusaha. Ayahku  selalu menomer-satukan pendidikan, berjuang bersama ibuku demi aku dan adik adikku. Agar kami bisa mengenyam pendidikan yang terbaik. Dialah figurku, aku pun mengetahui arti perjuangan darinya. Andai saja ada hari ayah, akan ku berikan kejutan terindah untuknya.

     Sapaan pramugari di pesawat memecahkan lamunanku, kini saat nya aku membuka lembaran baruku untuk memantapkan hati belajar dengan sungguh-sungguh di negeri Kinanah. Memberikan kado terindah untuk ayahku dan ibuku, menjadi contoh yang baik untuk adik-adikku kelak. dan aku tidak akan pernah lupa atas perjuangan ayahku. Dia yang selalu  memberi motivasi kepadaku di saat aku jatuh.  Dia lah segala gala nya bagiku , dan dia lah sosok ayah yang akan pergi ke belakang panggung sambil menangis ketika resepsi pernikahanku dan berkata dalam hati nya “Ya Allah tugasku sudah selesai, putri kecilku yang kini sudah tidak manja lagi telah sampai kepada pemiliknya, jagalah putri kecilku dengan lelaki pilihan nya.”

     Pesawat pun bersiap untuk landing, pertanda negeri Kinanah yang ku impikan sejak aku duduk di bangku kelas 3 KMI, kini sudah nyata depan mata. “Kamu ga tidur ya alifah dari tadi?” tanya ulfa. “Engga fa, aku ga ngantuk” jawabku. Aku pun bersiap siap turun dan merapikan barang barangku, Sesampainya di negeri kinanah ini, aku berkata dalam hati “untuk ayahku yang jauh di sana , aku akan datang ke tanah air dengan keberhasilan yang ku raih.”  

Rifa’atul Mahmudah

  
Share this post :

Post a Comment

 
Support : Copyright © 2011. Cakrawala Magazine - All Rights Reserved