“Hati hati di jalan nak, belajar yang
rajin, jangan pernah menyerah dan kamu harus lebih hebat dari ayah !” pesan
ayahku mengiringi pemberangkatan menuju Kairo. Sementara ibuku,
hanya bisa menangisi kepergianku
untuk tugas yang suci ini. Aku tahu bahwa mereka melepasku dengan penuh kasih sayangnya dan harapan
yang besar, agar kelak anaknya ini dapat menjadi orang yang berguna. Waktu boardingpun tiba, aku
dan teman-temanku menuju pesawat untuk take off. dan kebetulan saat itu aku
duduk pas di
samping jendela.
“Alifah, kenapa melamun saja!” Sapa
temanku. “Ah, ga ada apa-apa Ulfa,” jawabku. Waktupun terus berjalan,
sementara Ulfa telah tertidur lelap. Sedangkan aku tak bisa sedikitpun memejamkan
mata ini, ada apa gerangan?? Akupun teringat
kedua orang tuaku, terutama ayah, karena dia adalah segalanya bagiku.
Masa kecilku tidak terlewati dengan indah
seperti anak anak lain pada umumnya. Menerima hangatnya dekapan seorang ibu,
mendengar dongeng sebelum tidur, aku jauh dari itu semua. Yang aku lihat, pada
umurku yang saat itu 4 tahun adalah pertengkaran dan pertengkaran antara kedua
orang tuaku. Pada saat itu, aku hanya bisa
menangis melihat keadaan seperti itu.
Akhirnya, setelah pertengkaran dan
pertengkaran yang terus menerus. Mereka pun memutuskan untuk bercerai. Pada
saat itu aku berumur 5 tahun. Pada saat itu aku belum mengerti apa-apa, aku hanya
bisa diam. Setelah itu aku di rawat oleh ayahku dengan penuh kasih saying,
walaupun tak sesempurna seorang ibu pada umumya, mungkin karena dia harus
membagi waktu antara mengasuh dan bekerja keras juga demi aku.
ketika itu aku berada di bangku sekolah
dasar “alifah,
mana ibumu? Ko,
aku ga pernah lihat! kaya anak ga keurus!“ cetus Annisa, salah satu teman
sekelasku. Betapa sakit hati ini, aku tak tahu ke mana aku harus menagis, dan
ke mana aku harus mengadu. Bel pun berbunyi, menandakan aku harus pulang. Di
dalam perjalanan aku hanya bisa diam, aku
masih memikirkan kata kata Annisa. Sedangkan,
sebentar lagi di sekolahku akan ada peringatan
hari ibu.
Hari itu pun tiba, peringatan hari ibu di
sekolah dasar pinayungan IX. Beruntung ada bibiku yang bisa menggantikan posisi
ibuku pada acara ini. Aku pun menangis dalam hati melihat semua teman-temanku didampingi
oleh ibu mereka masing-masing, tapi aku hanya bisa tersenyum menyembunyikan
kesedihanku, aku sadar ini adalah rencana dari Allah dan hidup merupakan suatu
perjuangan yang harus di lalui. Acarapun
berjalan dengan lancar dan aku pun pulang ke rumah dengan berbagai macam rasa didalam hati.
Sampai di rumah, aku langsung peluk ayahku
erat erat sambil menangis. “Ayah, Alifah
ingin punya ibu, Alifah ga tahan di omongin terus sama temen temen Alifah,
Alifah juga pengen disayang sama ibu.” ucapku sambil menagis. “Sabar
sayang, nanti kamu bakal punya ibu lagi kok!” hibur ayahku. aku pun beranjak ke
kamar dan merebahkan diri di kasur.
Tibalah saat itu, ayahku sudah bertemu
dengan pujaan hati nya wanita muda, cantik, umurnya 19 tahun berarti hanya
memiliki jarak 12 tahun denganku, aku sangat senang dengannya cantik, baik ,sopan,
penyayang. dan aku pun berdoa semoga dia dialah calon ibuku dan pendamping
ayaku yang tepat yang Allah kasih kepada kami. Kelak alangkah bahagianya aku
punya ibu seperti itu.
Tepat pada tanggal 8 September 2000, ayahku
melangsungkan pernikahannya. Aku sangat bahagia melihat ayahku sangat berbahagia,
setelah 2 tahun melihat ayahku kesepian tanpa seorang istri di samping nya dan
juga karena itu artinya, aku mempunyai ibu baru. aku bahagia melihat ayahku,
dialah ayah yang tak pernah kenal lelah menghadapi cobaan hidup. Setia mendengarkanku
ketika aku mengalami berbagai macam masalah semasa kecil , bekerja keras,
membanting tulang. “Selamat ayahku
sayang, kini ayah tak kesepian lagi, aku sayang ayah.” Ucapku
dalam hati, di tengah resepsi pernikahan dengan ibu baruku.
Terbukalah lembaran baru antara aku ayahku,
dan ibu baruku, ayah dan ibuku memulai kehidupan mereka dari nol, ayah dan ibu
yang bekerja keras membanting tulang demi aku dan kehidupan kami kelak. Aku
bersyukur pada Allah swt karenatelah mengabulkan doaku, doa yang selalu ku
panjatkan setiap sholatku, doa yang mana
aku meminta sosok seorang ibu yang kelak melengkapi kebahagiaan kami. “Terima
kasih ya Allah atas nikmatMu ini.” akhir nya, akupun merasakan kasih sayang
yang lengkap dari sosok seorang ayah dan ibu.” ucapku dalam hati yang ku
panjatkan atas rasa syukurku.
Kehidupanpun kami lalui dengan penuh
perjuangan dan kebahagiaan. Sampai terlahir adik adiku yang sekarang sudah
berjumlah 3 orang. Aku pun sekarang sudah menjadi 4 bersaudara , dan aku merasa
sangat bahagia karena aku sudah seperti orang lain yang memeiliki keluarga
lengkap. Aku pun sadar bahwa Allah itu selalu punya
rencana yang indah untuk kita semua, tinggal bagaimana kita bersabar, berdo’a
dan berusaha. Ayahku selalu menomer-satukan
pendidikan, berjuang bersama ibuku demi aku dan adik adikku. Agar kami bisa
mengenyam pendidikan yang terbaik. Dialah figurku, aku pun mengetahui arti
perjuangan darinya. Andai saja ada
hari ayah, akan ku berikan kejutan terindah untuknya.
Sapaan
pramugari di pesawat memecahkan lamunanku, kini saat nya aku membuka lembaran
baruku untuk memantapkan hati belajar dengan sungguh-sungguh di negeri Kinanah.
Memberikan kado terindah untuk ayahku dan ibuku, menjadi contoh yang baik untuk
adik-adikku kelak. dan aku tidak akan pernah lupa atas perjuangan ayahku. Dia
yang selalu memberi motivasi kepadaku di
saat aku jatuh. Dia lah segala gala nya
bagiku , dan dia lah sosok ayah yang akan pergi ke belakang panggung sambil
menangis ketika resepsi pernikahanku dan berkata dalam hati nya “Ya Allah
tugasku sudah selesai, putri kecilku yang kini sudah tidak manja lagi telah
sampai kepada pemiliknya, jagalah putri kecilku dengan lelaki pilihan nya.”
Pesawat pun bersiap untuk landing,
pertanda negeri Kinanah yang ku impikan sejak aku duduk di bangku kelas 3 KMI,
kini sudah nyata depan mata. “Kamu ga tidur
ya alifah dari tadi?” tanya ulfa. “Engga fa, aku ga ngantuk” jawabku. Aku pun
bersiap siap turun dan merapikan barang barangku, Sesampainya di negeri kinanah
ini, aku berkata dalam hati “untuk ayahku yang jauh di sana , aku akan datang
ke tanah air dengan keberhasilan yang ku raih.”
Rifa’atul Mahmudah
Post a Comment