“Sengsara membawa nikmat”. Harapan panitia untuk menjadikan Kulliatu al-ttib sebagai tempat untuk mengukir kenangan manis di penghujung acara peringatan 30 tahun IKPM cabang Kairo ini terpaksa patah sebelum berkembang. Berawal dari kesalah pahaman birokrasi antara salah satu organisasi mahasiswa Indonesia-Mesir dengan pihak pengelola Kulliyatu al-ttib, universitas Al-azhar, sehingga pemakaian auditorium tersebut dibatasi hanya untuk sore hari. Realita diluar perkiraan ini menuntut panitia segera memutar otak dan mengambil emegency decision.
Namun ternyata rintangan ini justru menjadi sebuah moment yang mendaulat IKPM untuk menjadi "pionir" bagi seluruh organisasi ke-Indonesiaan dengan menjadikan City Gym Hall, Hai-Sadis, sebagai tempat untuk mengadakan event besar untuk pertama kali. Tidak mengherankan jika keadaan ini justru menjadi nilai plus yang menyedot perhatian sponsor, masisir, bahkan para staff KBRI. Sehingga, walaupun acara harus diundur beberapa hari, karena padatnya jadwal pemakaian gedung dan acara yang harus diformat ulang dari awal, serta dana yang otomatis akan membengkak dari anggaran sebelumnya, namun semuanya bisa tertangani dengan baik. Khusus dalam hal keuangan, dari 3250 LE yang dianggarkan, event ini mendapat input sebesar 3676 LE, 750 LE diantaranya merupakan kucuran dana dari KBRI yang total dana yang diturunkan adalah 1500 LE, 1500 LE lainnya merupakan dana dari IKPM yang dialokasikan khusus untuk acara Malam Kesyukuran, serta sisanya berasal dari sponsorship, sumbangan perorangan maupun kelompok.
Sekitar pukul sepuluh, malam itu (Jum’at, 10/8) tribune yang berkapasitas dua kali lipat auditorium Kulliyatu al-ttib, beserta lebih kurang 500 orang penonton yang hadir ketika itu, menjadi saksi pemukulan gong pembuka acara Malam Kesyukuran sekaligus menutup acara peringatan 30 tahun IKPM cabang Cairo, oleh KUAI kedutaan besar Republik Indonesia, Bapak Drs. H. Agus Salim, S.Ag. Meskipun sebelum acara dimulai, terjadi insiden mengejutkan -patahnya background yang telah dipersiapkan sebagai setting panggung-, yang ternyata tidak turut mematahkan semangat para panitia . Justru dari momen inilah terefleksi seberapa tangguh mental para anggota IKPM menghadapi keadaan darurat diluar dugaan, dan sejauh mana kesolidan team-work antar anggota dalam mensukseskan kegiatan yang menjadi hajat bersama. Terbukti acara berlangsung sukses dan penonton tidak beranjak dari tempat duduknya hingga akhir pertunjukan.
Dalam acara pamungkas ini, kesinergian dan keharmonisan kekuatan umat yang menjadi visi utama dari keseluruhan acara peringatan 30 tahun IKPM cabang Cairo, direfleksikan dalam beberapa acara inti, diantaranya koor dari IKPM voice yang membawakan gita yang bertema kesyukuran, dan semangat solidaritas terhadap sesama bangsa Indonesia. Wayang orang yang disajikan dengan mengkolaborasikan tradisionalisme budaya Jawa dengan modernisme kehidupan masisir. Begitu juga dengan combination dance, yang merefleksikan fleksibilitas dalam bersikap dan bertindak. Demikian halnya dengan kabaret, yang disajikan dengan komunikatif dan kocak namun sanggup mengobarkan semangat nasionalisme.
Terlepas dari semua itu, buah kesuksesan tidaklah berasal dari hasil akhir sebuah perjuangan tapi berasal dari proses yang dijalani guna mencapai suatu yang dicita-citakan. Meski malam kesyukuran ini bisa dikategorikan sebagai pionir dalam dunia pementasan masisir, tetaplah terdapat berbagai kekurangan, meskipun hal tersebut dikarenakan berbagai keterbatasan, seperti sempitnya waktu yang tersedia untuk peminjaman gedung sehingga durasi waktu yang ada untuk pemasangan background dan setting panggung, serta berbagai persiapan lainnya juga terbatas.
Namun, ternyata ketangguhan mental serta semangat persatuan serta saling membantu justru semakin terasah. Demikian halnya dengan kesinergian umat yang menjadi cita-cita kita bersama guna mencapai kejayaan negeri tercinta Indonesia, tidaklah mudah. Mudah-mudahan dengan berbagai tekanan dan keterpurukan yang seakan beruntun menerpa bangsa kita, bisa menjadikan kita sebagai bangsa yang tangguh dan tidak terlena dengan berbagai kekayaan negri yang tersedia. Meski belum terwujud dalam waktu dekat ini, tapi mungkin satu atau dua dekade mendatang apa yang kita cita-citakan sebagai bangsa yang berdaulat bukan sebatas angan. (@ir)
Namun ternyata rintangan ini justru menjadi sebuah moment yang mendaulat IKPM untuk menjadi "pionir" bagi seluruh organisasi ke-Indonesiaan dengan menjadikan City Gym Hall, Hai-Sadis, sebagai tempat untuk mengadakan event besar untuk pertama kali. Tidak mengherankan jika keadaan ini justru menjadi nilai plus yang menyedot perhatian sponsor, masisir, bahkan para staff KBRI. Sehingga, walaupun acara harus diundur beberapa hari, karena padatnya jadwal pemakaian gedung dan acara yang harus diformat ulang dari awal, serta dana yang otomatis akan membengkak dari anggaran sebelumnya, namun semuanya bisa tertangani dengan baik. Khusus dalam hal keuangan, dari 3250 LE yang dianggarkan, event ini mendapat input sebesar 3676 LE, 750 LE diantaranya merupakan kucuran dana dari KBRI yang total dana yang diturunkan adalah 1500 LE, 1500 LE lainnya merupakan dana dari IKPM yang dialokasikan khusus untuk acara Malam Kesyukuran, serta sisanya berasal dari sponsorship, sumbangan perorangan maupun kelompok.
Sekitar pukul sepuluh, malam itu (Jum’at, 10/8) tribune yang berkapasitas dua kali lipat auditorium Kulliyatu al-ttib, beserta lebih kurang 500 orang penonton yang hadir ketika itu, menjadi saksi pemukulan gong pembuka acara Malam Kesyukuran sekaligus menutup acara peringatan 30 tahun IKPM cabang Cairo, oleh KUAI kedutaan besar Republik Indonesia, Bapak Drs. H. Agus Salim, S.Ag. Meskipun sebelum acara dimulai, terjadi insiden mengejutkan -patahnya background yang telah dipersiapkan sebagai setting panggung-, yang ternyata tidak turut mematahkan semangat para panitia . Justru dari momen inilah terefleksi seberapa tangguh mental para anggota IKPM menghadapi keadaan darurat diluar dugaan, dan sejauh mana kesolidan team-work antar anggota dalam mensukseskan kegiatan yang menjadi hajat bersama. Terbukti acara berlangsung sukses dan penonton tidak beranjak dari tempat duduknya hingga akhir pertunjukan.
Dalam acara pamungkas ini, kesinergian dan keharmonisan kekuatan umat yang menjadi visi utama dari keseluruhan acara peringatan 30 tahun IKPM cabang Cairo, direfleksikan dalam beberapa acara inti, diantaranya koor dari IKPM voice yang membawakan gita yang bertema kesyukuran, dan semangat solidaritas terhadap sesama bangsa Indonesia. Wayang orang yang disajikan dengan mengkolaborasikan tradisionalisme budaya Jawa dengan modernisme kehidupan masisir. Begitu juga dengan combination dance, yang merefleksikan fleksibilitas dalam bersikap dan bertindak. Demikian halnya dengan kabaret, yang disajikan dengan komunikatif dan kocak namun sanggup mengobarkan semangat nasionalisme.
Terlepas dari semua itu, buah kesuksesan tidaklah berasal dari hasil akhir sebuah perjuangan tapi berasal dari proses yang dijalani guna mencapai suatu yang dicita-citakan. Meski malam kesyukuran ini bisa dikategorikan sebagai pionir dalam dunia pementasan masisir, tetaplah terdapat berbagai kekurangan, meskipun hal tersebut dikarenakan berbagai keterbatasan, seperti sempitnya waktu yang tersedia untuk peminjaman gedung sehingga durasi waktu yang ada untuk pemasangan background dan setting panggung, serta berbagai persiapan lainnya juga terbatas.
Namun, ternyata ketangguhan mental serta semangat persatuan serta saling membantu justru semakin terasah. Demikian halnya dengan kesinergian umat yang menjadi cita-cita kita bersama guna mencapai kejayaan negeri tercinta Indonesia, tidaklah mudah. Mudah-mudahan dengan berbagai tekanan dan keterpurukan yang seakan beruntun menerpa bangsa kita, bisa menjadikan kita sebagai bangsa yang tangguh dan tidak terlena dengan berbagai kekayaan negri yang tersedia. Meski belum terwujud dalam waktu dekat ini, tapi mungkin satu atau dua dekade mendatang apa yang kita cita-citakan sebagai bangsa yang berdaulat bukan sebatas angan. (@ir)
Post a Comment