Di tengah
liburan selepas menempuh ujian semester ganjil di Pondok Modern Darussalam
Gontor baik putra maupun putri, sebanyak 14 siswa-siswi KMI Pondok Modern
Darussalam Gontor (PMDG) mengikuti study tour ke negeri kinanah
yang diselenggarakan oleh Pondok Gontor. Kegiatan yang dinamakan “Rihlah
Tsaqofiyah wa Tarbawiyah wa Dauroh Lughowiyah” ini didampingi langsung oleh Al-Ustadz
Salis Masruhin S.Th.I sebagai pembimbing.
Untuk mengetahui
lebih lanjut, marilah kita simak wawancara singkat bersama Al-Ustadz Salis
Masruhin S.Th.I mengenai hikmah dan tujuan dari penjelajahan budaya dan bahasa
ini.
Sebenarnya apa tujuan utama dari disenggelarakannya serangkaian kegiatan
“Rihlah Tsaqofiyah wa Tarbawiyah wa Dauroh Lughowiyah” ini? Dan mengapa harus
Mesir?
Menurut pengarahan
dan penjelasan dari bapak pimpinan pondok, bahwasanya tujuan diadakannya rihlah
ini yaitu ; agar para peserta rihlah dapat memahami budaya Mesir dan membuka
wawasan keilmuan, karena, banyak kita temukan di berbagai pelajaran di KMI
Gontor, materi, yang menerangkan tentang Mesir dan Universitas Al-Azhar.
Kemudian bukan hanya teori saja, kita juga langsung dapat mengaplikasikan teori
dari materi tersebut. Dan tentunya hal ini juga berhubungan dengan salah satu
sintesa Pondok Modern Darussalam Gontor yaitu Al-Azhar, itulah sebabnya bapak
pimpinan ingin para santrinya mengetahui langsung salah satu sintesa itu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Mesir adalah pusat peradaban kuno dan
Azhar sendiri adalah pusat keilmuan islam, maka apa manfaat yang bisa langsung
diambil oleh para peserta?
Kegiatan ini
sangat bermanfaat untuk meningkatkan bahasa arab, dengan mengikuti kursus
bahasa di Jannatul-Ma’wa, supaya para peserta bisa berbicara langsung dengan native
speaker, bukan hanya berbicara dengan sesama orang yang sedang belajar
bahasa itu sendiri. Maka diharapkan bagi para peserta nantinya ketika kembali
ke pondok, mereka membawa oleh-oleh untuk dibagi dengan teman-temannya. Dan
juga secara personal, mereka akan memiliki kepercayaan diri lebih untuk
meningkatkan kemampuan bahasa Arab.
Apa kesan yang terlintas pada diri Antum dan apa hikmah yang bisa
diambil dari kegiatan ini?
Kemarin kita
sudah mengunjungi beberapa tempat yang begitu luar biasa, khususnya untuk saya
pribadi. Kesannya bahwa Mesir adalah negara peradaban, mulai dari piramid
sampai makam-makam ulama Islam. Dengan begitu kita bisa mengenang sejarah
perjuangan para ulama terdahulu untuk menjaga keilmuan islam, yang selama ini
kita hanya bisa mendengar dari buku-buku pelajaran, dan disini kita dapat
menyaksikan langsung saksi bisu sejarah islam. Bagaimana kita sering mendengar
Imam Asy-Syafi’i yang berkata “Syakautu ila waqi’i su’a hifdzie”, maka
sekarang kita bisa bertemu dengan makam Waqi’ itu sendiri.
Hikmah yang
bisa diambil, bagi saya pribadi, dalam hati nurani saya akan terpacu agar kita
dapat mengikuti jejak mereka. Dalam artian supaya membangkitkan Ghiroh
kita untuk terus mengkaji literatur-literatur islam di Kutubut-turats
lebih dalam. Seperti juga Ibnu Hajar Al-‘Asqolanie, meskipun makamnya
sederhana namun Subhanallah, buku-bukunya sangat bermanfaat bagi ummat Islam.
Seperti contoh bukunya yang familiar di telinga kita adalah Bulughul Marom. Buku
yang banyak digunakan para santri untuk belajar hadits tentang hukum-hukum
syariah.
Apa nasehat atau tips antum untuk mengisi hari-hari liburan para
mahasiswa mesir?
Belajar yang
rajin dan sungguh-sungguh itu harus, kemudian, betul disini itu gudangnya ilmu
seperti yang kyai kita katakan “ Idza anta turid an tabhas at-tarbiyah
idzhab ila Gontor, waidza turid an tabhas al-aqidah fadzhab ila Makkah wal
Madinah, waidza turid an tabhas al-ilma fadzhab ila Misro”. Apabila kamu
ingin mencari pendidikan, maka pergilah ke Gontor, dan apabila kamu ingin
mencari aqidah, maka pergilah ke Makkah dan Madinah, dan apabila kamu ingin
mencari ilmu, maka pergilah ke Mesir.
Namun kita
tetap menggunakan prinsip Gontor yaitu “Gontor bukanlah tukang sihir yang
bisa menyulap santrinya menjadi pintar”, maka kita juga harus menerapkan
prinsip itu di Mesir ini. Meskipun Mesir adalah gudangnya ilmu, dia bukan
tukang sulap yang bisa menjadikan mahasiswanya pintar. Apalagi saya mendengar
kalau di Mesir ini kuliahnya sangat sederhana, maka harus pintar-pintar
mengatur pembelajaran diri dan mengatur waktu, karena lingkungan tidak menjadi
alasan untuk tidak pintar.
Maka dengan
itu, untuk menimba ilmu di Mesir khususnya Azhar ini, kita tidak bisa hanya
mengandalkan perkuliahan. Kita harus mencari lebih banyak sumber kajian ilmu.
Seperti membaca kutubut-turats baik secara individu ataupun berjama’ah seperti
talaqqi. Dengan begitu wawasan kita akan lebih berkembang luas. Dan untuk
memantapkan keilmuan itu, alangkah baiknya kalau kita bisa langsung menapak tilas
sejarah ilmu tersebut.
Post a Comment